Jumat, 04 November 2011

Boleh Ku Pinjam Dadamu Untuk Menangis?


Cafe.
Kira-kira sudah setengah jam aku menunggu. Tapi tak ada rasa penyesalan sama sekali. Karena, dari awal aku memang sengaja datang lebih awal dari jam yang dijanjikan. Aku melakukan ini karena aku ingin memberikan sebuah kejutan padanya, orang yang sangat aku sayangi. Janjiannya jam 7 malam di cafe biasa. Dan sudah dari jam setengah 6 aku sampai dicafe ini. Cafe yng menjadi kenangan untukku dan untukknya. Dimana cafe inilah terukir janji setianya padaku di depan banyak orang. Sudah 2 tahun berlalu rasanya hari itu masih saja kemarin. Aku memang anak yang mudah bosan jika harus menunggu seseorang sendirian. Tapi, aku tidak mempermasalahkan dia datang telat, mungkin karena macet atau hal-hal yang tak terduga terjadi selama perjalanan. Itu bukan masalah bagiku. Asalkan ia tetap datang sesuai dengan janjinya.
Preview.
Hapeku bergetar, sebuah pesan pendek masuk. Dari kekasihku, Alan.  He say’s..
Happy aniversarry sayang ^_^. Dateng tepat waktu yah... nanti malem jam 7 dicafe biasa. Aku pengen ngomong serius sama kamu!!! Harus dateng. See you:*
Aku tersenyum geli membaca pesan masuk itu. Ingin aku membalasnya.tapi... nggak deh!! Biarin aja dia penasaran. Aku dateng atau enggak, ucapku dalam hati. Aku tersenyum membayangkan apa yang terjadi malam nanti.
Back.
Sudah jam 7 lebih 15 menit. Tapi belum juga tampak batang hidungnya. Aku jadi khawatir apa aku sedang dikerjain. Sudah 2 tahun berpacaran dan umur kita sudah sama-sama matang. Apalgi yang harus ditunggu, seharusnya dia memberiku kejutan dan muncul tiba-tiba. Merunduk tepat didepanku dan mengatakan...
“nina.. will you marry me?”
Ahh... meledak-ledak hatiku memikirkannya. Tapi, alan orangnya terlalu kaku. Dia lebih banyak memperhatikanku saat aku berbicara atau bererita dengannya. Tapi, dia sangat dewasa dan romantis. Dia juga sangat perhatian. Segala hal kecil yang dia anggap akan mencelakanku selalu diasingkirkan. Dia seperti pelindung bagiku. Dia penjaga hatiku.
“krieett...” 
Terdengar suara pintu cafe terbuka. Seorang pengunjung datang. Aku melihatnya, Alan dengan.... seorang wanita. Aku mulai betanya-tanya dalam hatiku. Siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan alan?. Aku semakin bingung dengan apa yang kulihat sekarang. Mereka berdua bergandengan tangan dengan mesranya menuju mejaku. Wanita yang sekarang berada dalam genggaman alan begitu cantik, dia sangat anggun dan dewasa. Jika aku perhatikan sedemikian rupa. Mereka tampak serasi. Dadaku terasa sesak. aku yang sedari tadi membayangkan apa yang akan dilakukan oleh alan padaku nanti menjadi terdiam seribu bahasa melihat semua yang kuinginkan hilang begitu saja dengan kehadiran alan bersama wanita di sebelahnya.
Aku malontarkan senyum pada alan dan wanita itu, mereka membalasnya. Setelahnya kita duduk bersama tanpa berbicara apa-apa. Lama sekali terdiam dalam keheningan suasana di cafe yang tampak ramai. Alan memulai pembicaraan dengan bertanya basa-basi padaku.
“nina... kamu pasti udah nunggu lama ya?” tanya alan.
Aku hanya mengangguk.
“udah pesen minum?” tanya alan lagi.
Akupun mengangguk tanpa bebicara apa-apa.
Aku shock, aku bingung harus berbicara apa. Alan dan wanita... siapa dia sebenarnya?. Alan memandang wanita itu. Bisa kulihat pandangfan itu. Pandangan penuh cinta.
“kamu mau pesen apa?” tanya alan lembut.
Dia tersenyum lalu menghembuskan nafasnya.
“terserah kamu deh!!” jawabnya patuh. 
Alan memanggil seorang writers, dia memesan minuman.
“mbak... aku mintak cappucino 1 dan ice lemon teanya 1 ya? Gak pake lama!.” Ucap alan.
Writers itu mengangguk. Dia segera pergi mengambil pesanan yang dipesan oleh alan. Kita bertiga masih terdiam. Menikmati suasana ramai dalam cafe. Tapi aku merasa sepi.
“nin.. kok melamun?” tanya alan.
Aku yang menyadarinya cepat-cepat menggeleng sebari tersenyum manis pada alan. Alan menggenggam tangaku.
“nina... maafin aku ya!” ucapnya.
Aku tersenyum tak mengerti.
“maaf buat apa?” tanyaku.
“aku sudah jahat sama kamu. Aku mau jujur satu hal sama kamu.” Kata alan dengan mendesah berat.
“apa?” tanyaku mencoba tegar.  
“selama ini aku udah bohongin kamu, dari awal aku memamng suka sama kamu. Tapi itu bukan perasaan sayang... hanya kagum semata. Maap nin... selama ini aku harus berpura-pura mencintai kamu. Aku minta maap sekali lagi.”kata alan dengan tatapan tulus.
Aku bisa melihat kejujuran di depan matanya. Hanya saja, dadaku sakit mendengar pernyataannya. 2 tahun lan!!! Tapi itu hanya pura-pura. Ucapku dalam hati. Aku tidak bisa memaksakan kehendakku sendiri. Tidak mungkin aku memaksa orang untuk mencintaiku. Sedangkan dia tidak benar-benar cinta. Itu sama saja menyakiti dirinya juga diriku. Ahh.. lebih baik aku pergi dari sini, sebelum air mataku mengalir. Ucapku dalam hati.
Sebuah pesan masuk di inboxku. Arif.
Gue tau apa yang terjadi di cafe. Kalau loe butuh tumpangan. Loe bisa keluar sekarang. Gue udah di depan. Gue tunggu ya...:)
Kenapa bisa kebetulan. Ahh... arif memang teman yang baik. Aku masih merasakan kebisuan dalam percakapan malam ini. Kebisuan yang amat menyakitkan. Alan, dia sudah bahagia sekarang bersama orang yang benar-benar dicintainya. Aku memang menghargai kejujurannya, dan aku juga bisa memaafkan setiap kesalahanya. Ahh... inikah takdirku tuhan. Mencintai tapi tak dicintai. Menyayangi tapi tak disayangi. Mengasihi tapi tak dikasihi. Senua yang kau tampakkan sekarang adalah kejujuran. Dari seorang laki-laki yang mungkintalah menyakitiku dan seorang wanita yang mungkin bisa kuanggap perebut orang yang aku cintai. Tap mereka saling mencintai. Aku mencoba menguatkan diri. Aku ingin tahu dengan jelas apa maksud semua ini.
“lan...” panggilku.
“ya...” jawabnya.
“siapa wanita cantik yang ada disampingmu?” tanyaku.
Alan terlihat terkejut dengan pernyataanku. Begitu pula dengan wanita itu. Mereka seperti kebingungan denga pertanyaanku ini. Bakan wanita itu menunduk takut. Alan membuka suaranya..
“dia dina... tunanganku.” Jawab alan.
Sudah kuduga. Mereka memang pasangan yang sangat serasi dan mereka pantas untuk bersama. Aku lega mendengar pernyataan alan. Hatiku terasa plong.. dan tak merasakan sakit lagi. Entah kenapa. Setelah alan jujur menyakitiku dengan berpura-pura mencintaku selam 2 tahun, hatiku tak merasakan perasaan apapun. Setelah kupikir-pikir, aku sudah tak mengharapkan alan kembali kedalam pelukanku. Aku membiarkannya dalam pelukan yang dia inginkan. Aku tersenyum simpul, alan dan wanita itu terlihat keheranan melihatku. Mungkin mereka kira aku sudah stres ditinggal oleh alan. Haahh.. aku bukan yang seperti kalian pikir.
Aku berdiri. Alan dan dina juga berdiri. Air  muka mereka menunjukkan ketakutan.
“aku pamit.” Ucapku sembari berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.
Alan dan dina memandangiku. Aku menoleh ke arah mereka sebentar, tersenyum dan melambaikan tangaku.mereka terlihat bingung dengan apa yang kulakukan. Aku tidak memperdulikan mereka tahu atau tidak. Aku mendoakan mereka agar mereka bisa bahagia selamanya.
Aku keluar dari cafe, berjalan merunduk. Aku membalikkan badanku, kulihat lekat-lekat cafe yang ada di depanku sekarang. Cafe yang menjadi awal dan akhir hubungaku bersama alan. Semoga saja setelah ini aku akan bahagia mendapatkan orang yang aku cinta dan mencintaiku sepenuh hati. Semoga saja.
Aku berbalik menatap jalan. Ramai dengan kendaraan yang melintas pergi entah kemana. Berlalu lalang didepanku begitu cepatnya. Menghilang dan datang kembali begitu saja.
Arif tersenyum melihatku. Dia tuntun sepeda kesayanganya mendekatiku. Aku membalas senyumnya.
“loe mau pulang apa jalan-jalan dulu?” tanya arif.
Aku terdiam menatapnya. arif terlihat bingung.
“nin....”panggilnya.
“gue mau jalan-jalan dulu...” jawabku dengan berjalan menuju sepeda arif.
Duduk tepat dibelakangnya. Arif tersenyum melihatku. Lalu ia juga menaiki sepedanya. Dan mengayuhnya pergi. Pergi dari kenanganku. Selamat tinggal masa lalu... akan kusambut malam ini dengan senyuman untunk menyongsong masa depanku,ucapku dalam hati. Meninggalkan kenangantentang alan. Meninggalkan semua yang sudah terjadi.
“pegang yang erat.. gue mau ngebut.” Seru arif
Aku tertawa. Aku memeluknya erat. Dan saat itu aku menyadari bahwa laju sepeda ini semakin cepat. Hingga dia berhenti  tepat di danau. Aku turun dari tempatku begitu pula arif. Aku berjalan menuju tepi. Angin berhembus dengan lembutnya menyapu setiap sedihku. Lagu alam dengan teriakan jangkrik yang berirama membuatku ingin menari walau dalam keadaan menangis. Sekarang arif berada tepat disampingku. Dia menatap kagum keindahan danau yang ada dihadapannya. Aku bisa melihat tatapan kagum tulus itu.
Aku menghembuskan nafasku berat. Aku masih merasakan sakit yang menyesakkan dadaku. ingin sekali aku berteriak dan menangis sekeras-kerasnya hingga hatiku lega. Hingga sakit ini tak kurasakan lagi.
“kalau loe mau nangis... nangis aja. Mau teriak juga gak papa!!” ucap arif.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku tidak bisa membayangkan, apa jadinya nanti kalau aku menangis dan dilihat oleh arif. Temanku sendiri. Aku masih punya harga diri juga kali.
“kalo loe gak mau di anggap anak cengeng.. menangis tanpa ada orang memperdulikan. Gue siap kok minjemin dada gue buat tempat loe menangis!!!” ucap arif kembali.
Aku tak mengerti maksudnya. Tapi, dia memng benar. Orang akan berburuk sangka melihatku menangis sendiri dengan ditemani laki-laki yang mungkin akan tertawa melihatku menangis.
“jangan ditahan nin... nanti loe tambah sakit sendiri.” Ucap arif kembali meyakinkanku.
Aku memang sudah tak kuat dengan semua yang terjadi. Di bohongi selama 2 tahun. Mungkin orang yang normal pasti akan segera marah-marah dengan menyiram laki-laki dengan air yang ada ditanganya, menampar wanita yang sudah merebut kekasihnya. Lalu aku? Apa yang aku perbuat. Melambaikan tangan lalu tersenyum tulus seolah-olah tak terjadi apa-apa. Padahal hatiku perih. Mungkin orang lain akan menangis histeris dan berteriak meneriakkan bahwa ia sudah cintanya telah hancur. Ahh... aku bukan wanita sebodoh itu. Tapi, aku sangat mencinta alan. Sangat mencintai.
Aku masih saj terdiam. Tak terasa, air mataku sudah mengalir. Aku sudah tak kuat memikirkannya hingga aku tak merasakan air mata telah membasahi pipiku. Aku berdiri terapaku menatap danau yang ada didepanku. Yang memantulkan cahaya kesedihan sang rembulan atas penyakit hatinya. Sama sepertiku. Meredup.
“nin...?” panggil arif.
Aku terisak.
“rif... !!!”
tanpa pikir panjang, arif memelukku. Aku menangis terisak dalam pelukkanya. Hingga aku tak tahu berapa lama aku menangis dipelukkannya.
Paginya....
Aku terbangun dari tidurku semalam. Menyambut pagi dengan senyum muram. Masih berbekas dihatiku tentang kejadian malam kemarin, alan memutuskan hubungan dengan begitu cepatnya tanpa perdulikan perasaanku. Arif memelukku hingga aku tak tahu kapan selesainya aku menangis. Kali ini aku ingin menangis mengingat kejadian kemarin. Ahh... andai ada arif disini aku ingin meminjam dadanya untuk menangis lagi.
Kuambil hapeku dan mengetikkan sebaris kalimat pada orang disebrang sana. Send to... arif
Boleh kupinjam dadamu... untuk menangis?
Aku tersenyum geli membacanya. Aku ingin tahu apa reaksi arif membaca pesanku. Hemmmttt.. aku ingin menunggunya, datang dan meminjamnkan dadanya untukku, menangis.

The End.

1 komentar: